Endingnya Gini! Dendam Yang Menghidupkan Kembali Istana
Dendam yang Menghidupkan Kembali Istana
Embun pagi menyentuh kelopak magnolia di taman terlarang, setenang wajah Putri Lian Hua. Namun, di balik ketenangannya, tersimpan badai dendam yang siap meletus.
Lian Hua, sang putri yang hidup dalam kebohongan. Ia dibesarkan sebagai anak kesayangan Kaisar, pewaris takhta yang sah. Padahal, ia adalah anak dari seorang selir yang dijebak, dilahirkan di malam penuh darah dan pengkhianatan. Setiap senyumnya adalah topeng, setiap kata manisnya adalah belati yang diasah perlahan.
Di sisi lain, berdiri Jenderal Zhao Yunlan, seorang pahlawan perang yang dipuja rakyat. Ia kembali ke istana untuk mencari kebenaran di balik kematian ayahnya, mantan penasihat Kaisar, yang dituduh berkhianat. Yunlan mencium aroma busuk konspirasi, dan setiap langkahnya membawanya semakin dekat pada rahasia kelam yang dijaga ketat oleh Lian Hua.
"Jenderal," sapa Lian Hua dengan suara merdu, menatap Yunlan dari balik tirai bambu. "Kedatanganmu adalah kehormatan bagi istana."
"Putri," balas Yunlan dengan hormat, namun matanya menelisik. "Saya hanya mencari keadilan."
Pertemuan mereka adalah TARI yang mematikan. Lian Hua berusaha membelokkan Yunlan dengan pesona dan kekuasaannya, sementara Yunlan menggali masa lalu dengan keteguhan hati. Mereka saling menguji, saling menjebak, saling mencintai dalam kebencian yang mendalam.
Konflik semakin menekan ketika Yunlan menemukan bukti yang memberatkan Kaisar dan Ibu Suri. Ia menyadari bahwa ayahnya difitnah untuk melenyapkan satu-satunya saksi mata pembantaian keluarga Lian Hua, keluarga asli yang seharusnya berhak atas takhta.
Jantung Yunlan berdebar keras. Kenyataan ini terlalu pahit untuk ditelan.
Lian Hua mengetahui bahwa Yunlan semakin dekat dengan kebenaran. Ia dihadapkan pada pilihan sulit: melindungi identitas palsunya atau mengungkap aib istana dan membalaskan dendam keluarganya.
Malam puncak tiba. Yunlan, dengan dukungan para perwira setia, menggerebek istana untuk menuntut keadilan. Pertempuran sengit pecah. Lian Hua, dengan anggun namun mematikan, memimpin pasukan istana melawan Yunlan.
Di tengah kekacauan, mereka bertemu pandang. Kebencian dan cinta beradu dalam tatapan mereka.
"Yunlan," desis Lian Hua, pedangnya terhunus. "Kau tidak akan menang."
"Putri," balas Yunlan, suaranya bergetar. "Kebenaran akan selalu menang."
Saat itulah, Lian Hua membuka rahasia terbesarnya. "Kau tahu? Akulah keturunan terakhir keluarga Lian Hua. Akulah yang seharusnya menduduki takhta ini."
Yunlan terkejut. Ia terpaku. Ia telah jatuh cinta pada wanita yang selama ini hidup dalam kebohongan.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan Yunlan. Kaisar dan Ibu Suri ditangkap. Lian Hua, dengan hati hancur, berdiri di hadapan Yunlan.
"Aku tidak akan memohon ampun," ucap Lian Hua, tenang namun menghancurkan. "Lakukan apa yang harus kau lakukan."
Yunlan mendekat, mengangkat tangannya, bukan untuk membunuh, tapi untuk menyentuh pipi Lian Hua. Ia membisikkan sesuatu di telinganya.
Lian Hua tersenyum. Senyum yang menyimpan perpisahan abadi. Ia kemudian melangkah ke depan, menusuk dirinya sendiri dengan pedang Yunlan.
Dendam telah terbalaskan. Kebenaran telah terungkap. Namun, dengan harga yang terlalu mahal.
Di balik senyum terakhir Lian Hua, tersembunyi pertanyaan abadi: Apakah balas dendam sepadan dengan pengorbanan cinta?
You Might Also Like: Reseller Kosmetik Penghasilan Tambahan