Cerpen Terbaru: Langit Yang Tak Bisa Lupa
Langit yang Tak Bisa Lupa
Angin berdesir di antara reruntuhan Paviliun Giok, seolah membisikkan kisah pilu seorang wanita bernama Mei Lan. Dulu, ia adalah tunangan Putra Mahkota, bunga terindah di seluruh Kekaisaran. Kecantikannya memabukkan, hatinya tulus, dan impiannya setinggi langit. Namun, cinta dan kekuasaan adalah dua mata pedang yang tajam. Ambisi sang Putra Mahkota, yang dibutakan oleh tahta, mengorbankan Mei Lan demi aliansi politik dengan keluarga bangsawan yang lebih berpengaruh. Ia difitnah, diasingkan, dan menyaksikan kehancuran keluarganya sendiri.
Luka menganga di hatinya, sebuah jurang yang menganga lebar. Namun, Mei Lan tidak mati. Ia bersemi kembali di antara puing-puing kehancuran, seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur yang paling kotor.
Lima tahun berlalu. Mei Lan kembali ke ibukota, bukan sebagai Mei Lan yang dulu lemah lembut, melainkan sebagai Lady Bai, seorang ahli strategi yang disegani dan ditakuti. Ia memancarkan aura ketenangan yang membingungkan. Di balik senyumnya yang manis, tersimpan lautan dendam yang dalam.
Ia mengamati, merencanakan, dan menggerakkan bidak-bidak di papan catur politik dengan keanggunan mematikan. Setiap langkahnya terukur, setiap keputusannya dingin, dan setiap senyumannya adalah racun yang mematikan.
"Dulu aku adalah bunga yang rapuh, mudah dipetik dan dibuang," gumamnya suatu malam, menatap bulan purnama. "Sekarang, aku adalah duri yang melilit mawar. Sentuh aku, dan kau akan berdarah."
Dendamnya bukan api yang membakar, melainkan es yang membekukan. Ia tidak berteriak, ia tidak mengamuk. Ia membalas dengan ketenangan yang lebih mengerikan daripada amarah yang membara. Ia menghancurkan Putra Mahkota, bukan dengan pedang, melainkan dengan meruntuhkan satu per satu fondasi kekuasaannya. Ia membongkar konspirasi, mengungkap kebusukan, dan membiarkan para pengkhianat saling menjatuhkan.
Ketika Putra Mahkota akhirnya berlutut di hadapannya, kehilangan segalanya, Mei Lan menatapnya dengan tatapan sedingin salju. Tidak ada kemenangan, tidak ada kepuasan. Hanya kehampaan.
"Kau telah menghancurkan hidupku," bisik Mei Lan. "Tapi kau juga telah memberiku sesuatu yang lebih berharga: kekuatan."
Mei Lan tidak mengambil tahta. Ia tidak mencari cinta baru. Ia hanya ingin keadilan. Setelah menunaikan dendamnya, ia meninggalkan ibukota, menuju tempat di mana langit dan bumi bertemu.
Di puncak gunung tertinggi, ia berdiri, memandang cakrawala yang tak terbatas. Angin menerpa rambutnya, membawa serta kenangan pahit masa lalu. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan kebebasan yang selama ini dirindukannya.
Ia bukan lagi Mei Lan yang terluka, atau Lady Bai yang pendendam. Ia adalah dirinya sendiri, utuh dan berdaulat.
Dan di saat itulah, ia menyadari bahwa mahkota terindah yang bisa ia kenakan, adalah... KEMAMPUAN UNTUK MEMAAFKAN DIRINYA SENDIRI.
You Might Also Like: 0895403292432 Reseller Skincare Bisnis