Harus Baca! Aku Adalah Popup Yang Mengganggu Ketika Ia Berusaha Melupakan
Aku Adalah Popup yang Mengganggu Ketika Ia Berusaha Melupakan
Hujan gerimis menari di jendela apartemenku, meniru air mata yang enggan jatuh. Di layar ponsel, fotonya – senyumnya yang dulu membuatku lemah – kini hanya piksel yang menyakitkan. Aku mencoba menghapus bayangannya dari benakku, seperti menghapus virus dari sistem. Namun, aku selalu gagal.
Dia… adalah kesalahan terindah yang pernah kulakukan.
Dulu, aku percaya pada janjinya, pada pelukannya yang terasa hangat di musim dingin. Aku menyangka senyumnya adalah mentari yang menghangatkan hatiku, padahal itu hanyalah topeng. Topeng yang menutupi pengkhianatan.
"Aku akan selalu ada untukmu, Mei Lan," bisiknya dulu, suaranya serak penuh cinta. Sekarang, kata-kata itu terasa seperti belati yang ditusukkan berulang kali ke dadaku.
Dia mencintai wanita lain. Wanita yang lebih kaya, lebih berkuasa. Wanita yang bisa memberinya segalanya, kecuali… cinta sejatiku.
Aku, Mei Lan, pewaris tunggal Wang Industries, dianggap tidak cukup. Aku yang menawarinya cinta tulus, loyalitas abadi, dianggap remeh. Sungguh ironi yang pahit.
Aku menarik napas dalam-dalam. Tidak ada air mata yang boleh jatuh. Luka ini, aku akan menjahitnya dengan benang emas, mengubahnya menjadi mahkota keanggunan.
Aku mulai bertindak.
Sebagai kepala Wang Industries, aku dengan tenang membeli saham mayoritas di perusahaan kekasihnya. Perlahan, tapi pasti, aku mengendalikan masa depannya.
Tidak ada bentakan, tidak ada ancaman. Hanya senyum dingin yang menghiasi bibirku saat aku mengumumkan restrukturisasi perusahaan. Perusahaan yang kini berada di bawah kendaliku.
Aku memindahkannya ke posisi yang lebih rendah, jauh dari kekuasaan dan kemewahan yang dulu dimilikinya. Dia sekarang bekerja di bawah pengawasanku. Setiap pagi, dia harus menyapaku dengan hormat.
Dia melihat ke arahku dengan tatapan kosong. Tidak ada amarah, tidak ada dendam, hanya penyesalan yang terpancar jelas dari matanya.
"Mei Lan…" bisiknya lirih.
Aku hanya tersenyum. Senyum yang menikam lebih dalam dari pedang mana pun.
"Aku harap kau menikmati pekerjaan barumu, Li Wei," ujarku, suaraku sedingin es.
Kekuasaanku tidak terbatas. Tapi cintaku? Cinta yang telah kau sia-siakan.
Beberapa tahun kemudian, aku mendengar kabar bahwa Li Wei hidup dalam kesederhanaan. Dia tidak pernah menikah, tidak pernah menemukan kebahagiaan sejati. Dia dihantui oleh penyesalan, oleh bayang-bayang masa lalu.
Aku tahu, balas dendamku telah berhasil. Tapi kemenangan ini terasa hampa.
Aku masih sering melihat fotonya, senyumnya yang menipu. Dan aku bertanya-tanya, apakah dia menyesali kehilanganku?
Aku tahu, cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama… api yang sama.
You Might Also Like: 28 Exploring Intersection Of Faiths